Saad bin Abi Waqqash
Merupakan
bagian penting dalam rekam jejak seseorang adalah nasab keluarga. Keluarga
memiliki peran penting dalam pembentukan karakter seseorang. Ayah Saad adalah
anak dari seorang pembesar bani Zuhrah. Namanya Malik bin Wuhaib bin Abdi Manaf
bin Zuhrah bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik
bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar
bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.
Adnan
adalah keturunan dari Nabi Ismail bin Ibrahim ‘alaihimassalam.
Malik,
ayah Saad, adalah anak paman Aminah binti Wahab, ibu Rasulullah ﷺ. Malik juga
merupakan paman dari Hamzah bin Abdul Muthalib dan Shafiyyah binti Abdul
Muthalib. Sehingga nasab Saad termasuk nasab yang terhormat dan mulia. Dan
memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi ﷺ.
Ibunya
adalah Hamnah binti Sufyan bin Umayyah al-Akbar bin Abdu asy-Syams bin Abdu
Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin
Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin
Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.
Ketika
Rasulullah ﷺ sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya, beliau memuji dan
mencandai Saad dengan mengatakan,
هَذَا
خَالِي فَلْيُرِنِي امْرُؤٌ خَالَهُ
“Ini
pamanku, maka hendaklah seseorang memperlihatkan pamannya kepadaku.” (HR.
al-Hakim 6113 dan at-Tirmidzi 3752. At-Tirmidzi mengatakan hadist ini hasan).
Masa
Pertumbuhan
Saad
dilahirkan di Mekah, 23 tahun sebelum hijrah. Ia tumbuh dan terdidik di
lingkungan Quraisy. Bergaul bersama para pemuda Quraisy dan pemimpin-pemimpin
Arab. Sejak kecil, Saad gemar memanah dan membuat busur panah sendiri.
Kedatangan jamaah haji ke Mekah menambah khazanah pengetahuannya tentang dunia
luar. Dari mereka ia mengenal bahwa dunia itu tidak sama dan seragam.
Sebagaimana samanya warna pasir gurun dan gunung-gunung batu. Banyak
kepentingan dan tujuan yang mengisi kehidupan manusia.
Memeluk
Islam
Mengenal
Islam sejak lahir adalah sebuah karunia yang besar. Karena hidayah yang mahal
harganya itu, Allah beri tanpa kita minta. Berbeda bagi mereka yang mengenal
Islam di tengah jalannya usia. Keadaan ini tentu lebih sulit. Banyak batu
sandungan dan pemikiran yang membingungkan.
Saad
bin Waqqash memeluk Islam saat berusia 17 tahun. Ia menyaksikan masa jahiliyah.
Abu Bakar ash-Shiddiq berperan besar mengenalkannya kepada agama tauhid ini. Ia
menyatakan keislamannya bersama orang yang didakwahi Abu Bakar: Utsman bin
Affan, Zubair bin al-Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Hanya tiga orang yang mendahului keislaman mereka.
Dipaksa
Meninggalkan Islam
Ketika
Saad bin Abi Waqqash memeluk Islam, menerima risalah kerasulan Muhammad ﷺ, dan
meninggalkan agama nenek moyangnya, ibunya sangat menentangnya. Sang ibu ingin
agar putranya kembali satu keyakinan bersamanya. Menyembah berhala dan
melestarikan ajaran leluhur.
Ibunya
mulai mogok makan dan minum untuk menarik simpati putranya yang sangat
menyayanginya. Ia baru akan makan dan minum kalau Saad meninggalkan agama baru
tersebut.
Setelah
beberapa lama, kondisi ibu Saad terlihat mengkhawatirkan. Keluarganya pun
memanggil Saad dan memperlihatkan keadaan ibunya yang sekarat. Pertemuan ini
seolah-olah hari perpisahan jelang kematian. Keluarganya berharap Saad iba
kepada ibunda.
Saad
menyaksikan kondisi ibunya yang begitu menderita. Namun keimanannya kepada
Allah dan Rasul-Nya berada di atas segalanya. Ia berkata, “Ibu… demi Allah,
seandainya ibu mempunyai 100 nyawa. Lalu satu per satu nyawa itu binasa. Aku
tidak akan meninggalkan agama ini sedikit pun. Makanlah wahai ibu.. jika ibu
menginginkannya. Jika tidak, itu juga pilihan ibu”.
Ibunya
pun menghentikan mogok makan dan minum. Ia sadar, kecintaan anaknya terhadap
agamanya tidak akan berubah dengan aksi mogok yang ia lakukan. Berkaitan dengan
persitiwa ini, Allah pun menurunkan sebuah ayat yang membenarkan sikap Saad bin
Abi Waqqash.
وَإِنْ
جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا
تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ
أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ
تَعْمَلُونَ
“Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS: Luqman | Ayat: 15).
Doanya
Tidak Tertolak
Saad
bin Abi Waqqash adalah seorang sahabat Rasulullah ﷺ yang memiliki doa yang
manjur dan mustajab. Rasulullah ﷺ meminta kepada Allah ﷻ agar doa Saad menjadi
doa yang mustajab tidak tertolak. Beliau ﷺ bersabda,
اللَّهُمَّ
سَدِّدْ رَمَيْتَهُ، وَأَجِبْ دَعْوَتَهُ
“Ya
Allah, tepatkan lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya.” (HR. al-Hakim, 3/
500).
Doa
Rasulullah ﷺ ini menjadikan Saad seorang prajurit pemanah yang hebat dan ahli
ibadah yang terkabul doanya.
Seorang
Mujahid
Saad
bin Abi Waqqash adalah orang pertama dalam Islam yang melemparkan anak panah di
jalan Allah. Ia juga satu-satunya orang yang Rasulullah pernah menyebutkan kata
“tebusan” untuknya. Seperti dalam sabda beliau ﷺ dalam Perang Uhud:
اِرْمِ
سَعْدُ … فِدَاكَ أَبِيْ وَأُمِّيْ
“Panahlah,
wahai Saad… Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.”( HR. at-Tirmidzi, no. 3755).
Ali
bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Aku tidak pernah mendengar
Rasulullah ﷺ menebus seseorang dengan ayah dan ibunya kecuali Saad. Sungguh
dalam Perang Uhud aku mendengar Rasulullah mengatakan,
اِرْمِ
سَعْدُ … فِدَاكَ أَبِيْ وَأُمِّيْ
“Panahlah,
wahai Saad… Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.”( HR. at-Tirmidzi, no. 3755).
Dan
Saad sangat merasa terhormat dengan motivasi Rasulullah ﷺ ini.
Di
antara keistimewaan lain, yang ada pada diri Saad bin Abi Waqqash termasuk
seorang penunggang kuda yang paling berani di kalangan bangsa Arab dan di
antara kaum muslimin. Ia memiliki dua senjata yang luar biasa; panah dan doa.
Peperangan
besar yang pernah ia pimpin adalah Perang Qadisiyah. Sebuah perang legendaris
antara bangsa Arab Islam melawan Majusi Persia. 3000 pasukan kaum muslimin
beradapan dengan 100.000 lebih pasukan negara adidaya Persia bersenjata
lengkap. Prajurit Persia dipimpin oleh palingma mereka yang bernama Rustum.
Melaui Saad lah, Allah memberi kemanangan kepada kaum muslimin atas negara adidaya
Persia.
Umar
Mengakui Amanahnya Dalam Memimpin
Umar
bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu pernah mengamanahi Saad jabatan
gubernur Irak. Sebuah wilayah besar dan penuh gejolak. Suatu ketika rakyat Irak
mengadukannya kepada Umar. Mereka menuduh Saad bukanlah orang yang bagus dalam
shalatnya. Permasalahan shalat bukanlah permsalahan yang ringan bagi
orang-orang yang mengetahui kedudukannya. Sehingga Umar pun merespon laporan
tersebut dengan memanggil Saad ke Madinah.
Mendengar
laporan tersebut, Saad tertawa. Kemudian ia menanggapi tuduhan tersebut dengan
mengatakan, “Demi Allah, sungguh aku shalat bersama mereka seperti shalatnya
Rasulullah. Kupanjangkan dua rakaat awal dan mempersingkat dua rakaat
terakhir”.
Mendengar
klarifikasi dari Saad, Umar memintanya kembali ke Irak. Akan tetapi Saad
menanggapinya dengan mengatakan, “Apakah engkau memerintahkanku kembali kepada
kaum yang menuduhku tidak beres dalam shalat?” Saad lebih senang tinggal di
Madinah dan Umar mengizinkannya.
Ketika
Umar ditikam, sebelum wafat ia memerintahkan enam orang sahabat yang diridhai
oleh Nabi ﷺ -salah satunya Saad- untuk bermusyawarah memilih khalifah
penggantinya. Umar berkata, “Jika yang terpilih adalah Saad, maka dialah
orangnya. Jika selainnya, hendaklah meminta tolong (dalam pemerintahannya)
kepada Saad”.
Sikap
Saad Saat Terjadi Perselisihan Antara Ali dan Muawiyah
Saad
bin Abi Waqqash menjumpai perselisihan besar yang terjadi pada kaum muslimin.
Antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan, radhiallahu ‘anhum
ajma’in. Sikap Saad pada saat itu adalah tidak memihak kelompok manapun. Ia
juga memerintahkan keluarga adan anak-anaknya untuk tidak mengabarkan berita
apapun kepadanya.
Keponakannya,
Hisyam bin Utbah bin Abi Waqqash, berkata kepadanya, “Wahai paman, ini adalah
100.000 pedang (pasukan) yang menganggap Andalah yang berhak menjadi khalifah”.
Saad menjawab, “Aku ingin dari 100.000 pedang tersebut satu pedang saja. Jika
aku memukul seorang mukmin dengan pedang itu, maka ia tidak membahayakan. Jika
dipakai untuk memukul orang kafir (berjihad), maka ia mematikan”. Mendengar
jawaban pamannya, Hisyam paham bahwa pamannya, Saad bin Abi Waqqash sama sekali
tidak ingin ambil bagian dalam permasalahan ini. Ia pun pergi.
Wafat
Saad
bin Abi Waqqash termasuk sahabat yang berumur panjang. Ia juga dianugerahi
Allah ﷻ harta yang banyak. Namun ketika akhir hayatnya, ia mengenakan pakaian
dari wol. Jenis kain yang dikenal murah kala itu. Ia berkata, “Kafani aku
dengan kain ini, karena pakaian inilah yang aku pakai saat memerangi orang-orang
musyrik di Perang Badar”.
Saad
wafat pada tahun 55 H. Ia adalah kaum muhajirin yang paling akhir wafatnya.
Semoga Allah meridhainya.
Penjelasan 10 sahabat Nabi yang dijamin masuk surga salah satunya adalah saad bin abi waqqas.
BMQ
BY SUNISNI
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
MANAJEMEN INFORMATIKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar